Jumat, 12 November 2010

Pejuang Tangguh

Jum’at 28 Nopember 2008

08.00 wib, CIharendong –rumah kang Erik “Kabul

Kembali kami pak ulang peralatan dan perlengkapan mendaki kami karena tadi pagi, walau pun semalam sudah penuh sesak ransel kami dengan alat dan bahan kebutuhan kami, sang koordinator kelompok datang dengan membawa perlengkapan kelompok yang diberikan oleh panitia; sebuah jerigen cadangan, karung sampah dan tambang untuk membatu kegiatan penyapuan gunung.

09.30 wib, Arena Pacu –jalan baru Cijoho – Gunung Keling

Datang terlambat ke arena upacara kendaraan pengangkut hampir saja meninggalkan regu kami untuk menuju pos pemberangkatan. Tak terbayang bila kami harus mulai hiking dari lapangan tersebut menyambung ke jalur pendakian.

Arena upacara ini berbeda dengan arena awal yang tercantum dalam undangan yang kami dapat sebelumnya. Entah mengapa panitia harus merubah tempat upacara, “ikut merayakan hari Menanam Nasional” katanya, yang dicanangkan oleh Bapak Presiden.

13.30 wib, Pos Ujung Aspal, Linggajati –titik awal kegiatan

Selesai Ibadah Shalat Jum’at di kampung terdekat, terus kami bersiap untuk mulai pendakian. Berusaha menyesuaikan dengan rencana, kami akan mencapai pos kami (pos 5) sebelum gelap agar tidak terlalu sulit mendirikan sarana istirahat kami; 1 set tenda kubah dan terpal tipis.

Hanya saja, kami masih belum dapat melihat dimana sang kordinator berada, “Masih mengurusi kebutuhan kelompok kami, mungkin”. Yakin beliau tak akan mengecewakan dengan tetap menyusul kami, kami berangkat terlebih dahulu.

15.30 wib, pos Kuburan Kuda –pos 3 Jalur pendakian Linggajati

Belum juga tiba di pos 5 sudah mulai merasa stamina kami terkuras. Menimbang kondisi dan waktu yang kami punya, putusan bersama untuk mendirikan tenda disini. Mulai kami membagi tugas; mendirikan tenda, menyiapkan perapian dan mulai memasak.

17.30 wib, pos Kuburan Kuda –pos 3 Jalur pendakian Linggajati

Akhirnya, tepat ketika sudah tenda berdiri, kayu bakar terkumpul dan air hangat sudah tersedia, sang koordinator beserta 2 orang temannya tiba di tempat peristirahatan kami. Berusaha untuk memukaunya, kami perlihatkan kesiapan pos kami. Alih-alih memberi pujian, beliau malah meminta kami untuk membongkar tenda dan bersiap melanjutkan perjalanan ke pos tujuan awal kami (pos 5).

Entah apa pertimbangannya, tetapi dia memaksa kami membongkar tenda walau hari mulai gelap. Eurgh… sebal kami padanya.

Selesai bongkar tenda, dengan hanya sempat minum susu hangat dan mengganjal perut dengan timbel yang dibawa masak dari rumah, kami melanjutkan pendakian.

21.30 wib, pos Bapak Tere –pos 5 Jalur pendakian Linggajati

Tiba pun akhirnya di pos kami, dengan kondisi kedinginan, gelap dan sebal pada sang koordinator. Walau pun demikian, tetap kami menghormatinya sebagai koordinator, sebagai pemimpin, sebagai senior. Sudah tiba sebelum kami disana, tim dari kelompok pos lain, pos diatas kami mereka seharusnya berada. Hanya saja karena keterbatasan kondisi dan waktu, mereka memutuskan untuk istirahat disini.

22.30 wib, pos Bapak Tere –pos 5 Jalur pendakian Linggajati

Selesai semua persiapan pos kami, tiba lah waktunya makan malam bersama. Menu memang masih sama, indomi-telur-kornet-keju, tapi yang membuat berbeda, kami menikmatinya bersama. Selesai makan sembari menikmati coklat hangat kami mulai diskusi, bermusyawarah untuk kegiatan esok hari; jemput kelompok lain dari anggota pos kami, penyiapan pos sebagai pusat kegiatan, mulai penyisiran Gerakann Sapu Gunung.

Sabtu, 29 Nopember 2008

05.00 wib, pos Bapak Tere, pos Batu Lingga, pos Sangga Buana, pos Pangasinan –pos 5, 6, 7 Jalur pendakian Linggajati

Sudah mulai kegiatan ketika ku bangun, anggota tim lain sudah ada yang mengelola kompor (memasak), mengurusi perapian, dan lain beribadah. Sepertihalnya waktu waktu lalu, tak pernah sempat kami untuk berbersih diri bila mendaki karena keterbatasan air, maka hanya ada jatah satu tetes air untuk kami kucek mata kami agar tidak kembali ngantuk. Begitu makanan siap dari komandan dapur langsung kami nikmati sarapan, dan kembali “bersama”. Kali ini hanya roti yang dipanggang kering dan kopi susu yang agak kental, “jangan terlalu berat kalau untuk sarapan” ujar sang koki.

Mulai kegiatan dengan Doa bersama, kami mulai terpisah untuk melakukan kegiatan masing-masing. Kebetulan, ku dapat bagian tim yang mulai penyisiran, terperangkap bersama sang koordinator yang ingin ikut menuju pos diatas untuk berkoordinasi.

Satu pos terlewati, tiba dalam setengah jam. Karena masih banyak waktu kami memutuskan untuk ikut bersama koordinator ke pos berikutnya. Dua pos terlewati, dengan stamina yang mulai tersa menurun. Tiba di pos ke tiga (pos 7) lega rasanya, berharap untuk mendapat asupan tenaga dari pos tersebut, yang kebetulan koordinatornya juga adalah senior. Lumayan, dapat secangkir kopi hangat, biskuit sarat energi dan pemandangan puncak gunung yang tanpa bandingan. Bercengkrama kami dengan koordinator pos yang belum datang anggota-angotanya. Ternyata, kami tim pertama yang tiba disana, heu… heu… heu…

Belum puas kami menghabiskan hasrat nikmati pemandangan, sang koordinator kembali mengganggu kami dengan keputusannya untuk kembali ke pos dan mulai penyisiran, kegiatan utama kami hari ini. Padahal kami masih punya semangat bahkan untuk menuju puncak yang hanya tioinggal setengah jam perjalanan ke atas. Turun lah kami setelah mengambil dokumentasi, imagi dari kami bertiga bersama Sang Koordinator.

Turun kami dengan berat hati akhirnya, dan hanya mulai penyisiran dari ps tanggungan kami. Secepatnya kami memenuhi karung-karung kami dengan sampah yang terlihat didepan mata, juga sampah-sampah yang terhalang timbunan tanah serta semak belukar sepanjang jalur pendakian. Pertengahan jalur, rekan tim satu pos kami juga sudah tiba dan mulai menyisir. Penuh karung kami begitu tiba di pos, kami simpan untuk nanti di pilah-pilah.

Istirahat siang itu diisi dengan makan siang yang penuh dan nikmat; nasi liwet dengan sirih, ikan asin goring garing, oreg tempe hangat baru goring, peuteuy plus coel-nya sambal pedas –Siiip, komplit….!!! kembali, terimakasih untuk koki kami. Tetap kami makan “bersama” –di baca bersama, dalam arti harafiah; satu wadah, satu waktu, tak ada junior, tak ada senior, took bersama. Hampir lupa, dan cuci mulut pun dihidangkan; sepiring buah mangga harum manis, langka kami dapatkannya di pendakian kami sebelum-sebelumnya.

Menjelang sore, masih siang, karena tidak ada kegiatan berarti, kami mulai mensortir sampah berdasar jenisnya: sampah palstik, sampah kaleng, sampah kaca, dan sampah kain. Tak habis pikir kami, banyak sekali orang mendaki dan meninggalkan begitu banyak sampah. Bermacam macam pula tindakan mereka, menggantung pakaian bekas bertuliskan nama mereka, membuang air seni di botol (air seni… joroknya mereka), sampai menyikasa pohon dengan menempelkan papan kaleng bertahtakan identitas. Apakah mereka berusaha meng-eksiskan diri mereka di alam dengan hal-hal tadi, seolah-olah ingin mengatakan “I was here before” -kami pernah disini sebelum anda, ingin ku bilang pada mereka “So, what a big deal…!” –apa hebatnya.

16.00 wib, pos Bapak Tere, pos Sareni, pos Kuburan Kuda, pos Kondang Amis, pos Cibunar –pos 5, 4, 3. 2, 1 Jalur pendakian Linggajati

Masih terang dan baru kami ketahui, anggota tim satu pos kami kekurangan air untuk minum dan memasak. Kembali gelagat tidak menyenangkan tercium dari sang Koordinator; segera dia meminta kami untuk turun pos dan megambil air. Tidak tanggung-tanggung, beliau minta kami turun 5 pos ke pos 1 untuk mengambil 3 jerigen air.

Eurgh… andai saja dia bukan senior kami, andai saja kami tidak satu organisasi dengan orang ini, andai saja kami tidak memangku nama besar organisasi.

Perlu perjuangan berat, mental yang kuat dan hati yang besar, untuk turun dan menyediakan kebutuhan bersama tim di pos ini agar dapat melanjutkan kegiatan.

Setelah iming-iming menggiurkan, persiapan mendalam dan perbekalan mencukupi, tiga orang dari team kami memulai perjalan berat menuju mata air terdekat. Tidak terlalu lama, sebelum hari gelap kami sudah tiba di pos terbawah dari jalur pendakian, hanya di pos 1 ini kami bisa mendapatkan persediaan air. Begitu akan memulai perjalanan berat ke atas, bertemu kami dengan senior lain –lebih sanior dari sang Koordinator, yang pastinya lebih kami hormati, memminta kami untuk mendampingi rekan-rekanya yang nota-bene masyarakat senior (dibaca: bapak-bapak), paling tidak sampai pos 3.

Dapat dibayang kan mungkin; (3 jerigen air) X (5 literan)+( 3 orang warga senoir) = 4 jam perjalanan naik jalur pendakian Lingajati, perjalanan yang cukup panjang. Bahkan ada beberapa sebutan pun dating untuk kami; pejuang tangguh, tim tanker, penerus-penerus Haikel (Haikel-Haikel lain).

22.30 wib, pos Bapak Tere –pos 5 Jalur pendakian Linggajati

Tiba di luar perkiraan awal, pos 5 bagai “oase di padang pasir” bagi kami. Begitu tiba, dengan semua anggota tim masih terjaga, telah siap disana secangkir teh hangat, sepiring biscuit dan satu set makanan berat untuk makan malam: nasi lengkap dengan sarden berkuah. Ouh… senagnya kami disambut.

Langsung istirahan dengan imingan tadi siang: sleeping bag dan pakaian hangat untuk malam ini. Tapi kenapa hanya “thanks, brow”yang kami terima dari sang Koordinator, itu pun ketika dia beranjak tidur begitu kami tiba.

Minggu, 30 Nopember 2008

05.30 wib, pos Bapak Tere –pos 5 Jalur pendakian Linggajati

Hari terakhir di kegiatan GSG tahun ini, tapi semuanya masih terlihat bersemangat. Bangun pagi ini semua sudah dalam aktivitasnya masing masing, komandan dapur sudah menempati tempatnya, perpian tetap terjaga dan, sang Koordinator masih yang pertama dalam ibadahnya. Dengan persediaan air yang melimpah, paling tidak pagi ini kami dapat cuci muka dan sikat gigi. Agak terlambat makan kami hari ini karena menu masakan yang sedikit lebih spesial dari sang koki: sebagai makanan pembuka ada kukus kacang merah tabur keju, dilanjut dengan makanan utama nasi liwet komplit dengan krupuk becak nya, ditutup dengan agar-agar coklat. Nampak penuh sarapan kami pagi ini padahal karena lama menunggu tadi sempat kami ganjal perut dengan roti dan coklat hangat. Hampir-hampir kami tidur kembali karena kekenyangan.

Selesai makan dan pak peralatan kedalam ransel masing-masing, bersama dengan anggota tim lain satu kelompok di pos 5, kami melakukan foto-foto, disusul dengan basa-basi terakhir serta doa bersama.

08.00 wib, pos Bapak Tere, pos Sareni, pos Kuburan Kuda, pos Kondang Amis, pos Cibunar –pos 5, 4, 3. 2, 1 Jalur pendakian Linggajati

Turun berbarengan dengan turunya anggota dari pos lain dari pos masing-masing dengan membawa “hasil” penyisiran, 24 karung sampah –katanya sih rekor dibanding pos-pos lain, pos 5 membawa paling banyak sampah. Sempat terpisah dengan anggota tim karena kondisi fisik dan barang bawaan, kami baru bertemu kembali di pos 1. Setelah bebrapa anggota tim tiba terlebih dahulu serta menunggu anggota di belakangnya.

Setelah sebagian selesai bersih diri dan semua berkumpul , menuju lah kami ke titik ahir.

13.30 wib, Pos Ujung Aspal, Linggajati –titik awal kegiatan

Tiba di titik awal, kami serahterima-kan dengan panitia; laporan kegiatan, alat komunikasi, serta karung-karung sampah kami. Balik, dari panitia untuk kami: Nasi lengko dalam bungkus, air mineral dalam kemasan, Sertifikat lengkap dengan stiker kegiatan. Nampak sarapan terakhir dan dokumentasi pribadi kami lebih menggiurkan…

Entah memang mungkin sudah dikehendaki oleh yang maha kuasa; sepanjang kami membersihkan gunung tidak mendapat kan sedikit pun kendala dari guyuran air hujan, tetapi sepanjang pulang dalam kendaraan bak terbuka, serasa mengisyaratakan kami untuk turut “membersihkan” diri, guyuran air hujan menyertai… Alhamdulillah.


Glossary:
Sang Koordinator: Septian “kopeng” Aditya
Komandan Dapur: Erik “kabul” Sugiarto
Komunikator: Didi “Pulisi”
Koki: Angger Saloka
Perapian: Adore, Azhar
Team Tangker: Egi, Wildan Eka
Tim Satu Pos: Smayamtala


diambil dari SMANDARIKAL

http://smandarikal.wordpress.com/2008/12/02/pejuang-tangguh/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar